Rabu, 12 Oktober 2016

Mengintip Pemberantasan Buta Aksara Belantara Halimun

"Kampung para pemetik serta penambang galian emas yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak".

Pukul 6 pagi suasana kampung sudah ramai dengan anak-anak yang bermain,selepas sholat masjid berjamaah di salah satu masjid anak-anak berkumpul di halaman rumah salah seorang warga dengan duduk rapi berjajar di teras rumah panggung.anak perempuan berteriak tertawa lepas dengan bermain loncat karet sedangkan sekumpulan anak laki-laki berlarian di salah satu lapang volly yang terletak di ujung kampung dengan bola plastik yg sudah tidak bundar lagi akibat keseringan di pakai.
Kesederhanaan alat permainan mereka tak sedikit pun mengurangi keceriaan serta kebahagiaan mereka.
Andai saja anak-anak di kota seperti mereka dengan bermain alat serta media sederhana penuh semangat dan keceriaan.tanpa ada seorang pun diantara mereka yang sibuk dengan gadget atau pun media yang berbau technologi yang secara tidak langsung bisa merengut paksa hari-hari bahagia di usia mereka.
Perjalanan yang mengantar kan kami ke kampung tersebut sungguh tidak terencana sebelum nya,jauh hari sebelum nya kami memang menyiap kan diri untuk melakukan perjalanan ke kawasan taman nasional gunung halimun untuk melakukan sosialisasi tentang minat baca di tengah-tengah masyarakat.


Hari sabtu pagi perjalanan di mulai dari sukabumi dengan mengendarai kendaraan sederhana yang selalu setia menemani kami dalam segala hal,tepat pukul 12 siang kami sampai ke Rumah Baca Cantigi di daerah kp tenjo laut kalapa nunggal untuk melakukan koordinasi area serta route yang akan kami kunjungi.dengan bantuan Kang Edi sebagai pengelola serta penggiat literasi untuk daerah tersebut kami mendapat kan satu nama serta kampung mana yg bisa kami tuju dan singgahi.
Beberapa waktu kami bersilaturahmi dengan kang edi,tepat jam 3 sore kami pamit serta sepakat untuk melanjutkan perjalan,dengan berbekal arahan kang edi untuk route perjalanan kami serta sedikit banyak bertanya kepada masyarakat di setiap persimpangan jalan,beberapa lama dengan variatif jalan yang kami lalui,dari mulai jalan hotmik,aspal,aspal yang habis terkikis air sampai jalanan yang berbatu bercampur lumpur.


Dan,akhirnya kami sampai di sebuah gapura pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Perasaan kaget serta bingung mulai menyergap kami berdua karena kondisi cuaca sedikit hujan serta mulai turun kabut dan faktor ketidak tahuan jalan yang akan kami tempuh cukup membikin kita mau ambil keputusan putar arah kembali lagi ke kampung terakhir sebelum memasuki hutan.


Tapi keyakinan dan ke ingin tahuan kami yang begitu kuat serta rasa penasaran tentang apa yang akan kami jumpai di depan sana,kami sepakat untuk tetap melanjut kan perjalanan menembus hutan belantara Gunung Halimun saat itu juga.

Susah payah serta penuh perjuangan akhir nya sebelum tiba waktu sholat magrib kami tiba di sebuah perkampungan yang sangat asing bagi kami,tepat di pintu masuk kampung kami berhenti untuk bertanya nama kampung serta di daerah mana kami berada saat ini,melalui informasi yang kami dapat kan dari obrolan dengan seorang tukang service resleting yang sedang istirahat sambil menunggu barengan teman perjalanan untuk bisa menembus hutan malam itu juga agar beliau bisa kembali pulang berkumpul bersama anak isteri nya di rumah.

"Kampung Citalab Bedeng Desa Malasari Kec Nanggung Kabupaten bogor tepat di ujung hutan belantara kawasan Gunung Halimun, sebuah perkampungan tepat di tengah areal perkebunan teh sariwangi,yang mayoritas penduduk kaum perempuan nya bekerja sebagai kuli petik teh sedangkan para suami nya sebagian besar bermata pencaharian menjadi penambang,setiap hari nya sibuk menaruhkan nyawa nya di lobang-lobang ilegal galian pertambangan emas di daerah pongkor".

Malam itu kami mendapat kan tumpangan istirahat untuk menginap di sebuah warung warga dan banyak menggali informasi tentang kampung tersebut dari pak Idih yang tak lain yaitu sebagai pemilik warung tersebut.

Pagi hari kami sudah mulai terbangun dengan suara-suara keceriaan anak-anak yang sedang bermain,keceriaan mereka menarik saya untuk datang menghampiri mereka dan ada yang sangat menarik perhatian kami tentang sebuah bangunan semi permanen yang berada tepat di atas warung pak Idih,sebuah madrasah yang bernama madrasah Al-ikhlas serta sebuah rumah panggung bertulis kan Tempat Penitipan Anak tepat persis di seberang madrasah.

Saya mulai berani menyapa anak-anak serta masyarakat terutama ibu-ibu yang berada di rumah penitipan anak,ibu wulan selain aktif di rumah penitipan anak beliau juga salah satu pengajar di madrasah Al-ikhlas yang membawahi 30 murid SD serta 17 murid Paud.selain mengajar anak-anak ibu wulan kadang mengajar para ibu-ibu juga belajar membaca dan menulis.sebuah penjelasan yang sangat mengaget kan kami tentang usia tua yang masih butuh belajar membaca dan menulis.

" Maklum lah dik disini kan kebanyakan para kuli kasar perkebunan jadi masih ada yang belum bisa membaca dan menulis,ujar ibu wulan sambil tertunduk".

Madrasah Al-ikhlas di bangun tahun 2012 bantuan sebuah yayasan di jakarta dan ada pun untuk perawatan serta pemeliharaan masyarakat lah yang berperan secara swadaya memelihara nya,dan hanya sekedar insentive dari kelurahan yang di dapat ibu wulan beserta ke tiga rekan pengajar nya sebagai gaji tiap bulan nya.

Kini bangunan madrasah sudah terlihat banyak yang rusak butuh segera perbaikan.bangku,dinding serta papan tulis sudah mulai rusak,koleksi buku perpustakaan hasil donasi beberapa tahun silam pun sudah mulai butuh peremajaan.

saya hanya berharap ada seseorang atau diapaun itu yang peduli dan tergerak hati nya untuk membantu anak-anak  serta semua warga masyarakat disini agar bisa tetap belajar dan menuntut ilmu di madrasah ini.

1 komentar:

  1. Maaf ini sampai saat ini udah ada yang bantu ga yah? izin posting di kita bisa.com boleh?

    BalasHapus