Sabtu, 26 Agustus 2017

Sebuah buku untuk anak pelosok

Besar pasak dari pada tiang
Mungkin ini lah pepatah yang pas untuk menggambar kan kondisi masyarakat pelosok demi mendapat kan sebuah buku.

Pernah kah kita berfikir tentang kesulitan anak-anak di pelosok dalam mendapat kan berbagai alat penunjang pendidikan nya. Buku tulis, buku gambar, buku bacaan, pinsil, balpoint, penghapus dan penggaris serta kebutuhan-kebutuhan lain nya.

Sebenar nya mereka cukup mampu untuk membeli satu atau dua buah buku. Tapi, mereka kesulitan dalam masalah mendapat kan nya, karena harus pergi ke toko buku, butuh proses yang panjang demi sebuah buku.

Bagi sebagian masyarakat khusus daerah terisolir yang hampir bisa di bilang 90% bermata pencaharian sebagai petani yang berpenghasilan tidak tetap setiap bulan nya.

Terkadang penghasilan mereka jauh lebih keci di banding biaya untuk hidup sehari-hari, yang jauh lebih besar.
Permasalah disini tentang betapa sulit nya anak-anak daerah terisolir guna memperoleh buku serta alat tulis lain nya.

Toko buku tersedia hanya di jalan-jalan desa serta jalam besar kecamatan saja, sedangkan masyarakat di daerah terisolir yang jauh dari jalan raya tersebut masih kesusahan kalau suatu saat membutuh kan buku.

Bisa di bayangkan kalau letak perkampungan mereka jauh di daerah pelosok, yang dimana akses jalan yang susah sekali untuk mencapai nya, mereka harus menempuh jalan kaki berkilo kilo meter, karena tidak bisa di akses oleh kendaraan jenis apa pun.

Kendaraan bermotor hanya bisa di gunakan kala musim kemarau saja, namun untuk biaya bensin dan ongkos angkutan ojeg sangat lah mahal.

Masyarakat hidup masih mengandal kan hasil pertanian, namun harga jual hasil pertanian sangat lah parah, bayang kan warga di sebuah kampung yang cukup terisolir menjual hasil kebun mereka itu nol rupiah per kilo gram.

Maksud Rp 0/kg di sini. Yaitu, petani menjual pisang hasil panen mereka Rp 1.000/kg dan biaya yang harus di keluarkan petani untuk biaya kuli angkut pisang hasil panen mereka dari kebun ke tengkulak itu pun Rp. 1000/kg nya.
Lantas berapa Rupiah yang di dapat kan petani dalam menjual hasil panen tersebut, jika pisang hasil panen hanya berharga Rp. 1000/kg.
Angka nol disini menjelaskan petani tidak dapat keuntungan sama sekali, karena ongkos kuli angkut dan harga pisang mereka sama-sama mempunyai harga Rp 1.000.

Lantas dari mana mereka mendapat kan sebuah buku untuk anak-anak mereka yang sedang duduk di bangku sekolah, kalau kondisi mereka seperti itu, para petani yang tak lagi bisa mengandal kan hasil pertanian, hasil pertanian hanya sekedar untuk bertahan hidup sehari-hari saja. Dalam membeli buku mungkin hanya sekali dalam setahun mereka membeli keperluan alat tulis dan berbagai keperluan sekolah lain nya, jadi tak aneh jika masih terlihat anak-anak mengikuti pelajaran kesenian terutama pelajaran menggambar, mereka hanya menggunakan buku tulis untuk media menggambar mereka, dan keterbatasan-keterbatasan lain nya.

Berawal dari permasalahan susah nya anak-anak daerah terisolir dalam mendapat kan berbagai macam buku, Maka tercetus lah program yang di usung kawan-kawan relawan dengan program.
Satu Buku Untuk Masyarakat Sukabumi.
Dengan tujuan memberikan kemudahan dan bantuan kepada anak-anak khusus daerah terisolir dalam mendapat kan akses berbagai bentuk keperluan penunjang pendidikan nya, terutama permasalahan buku.

0 komentar:

Posting Komentar